Perkembangan Manusia Sebagai Makhluk individu dan Sosial

By | January 5, 2021
Perkembangan Manusia Sebagai Makhluk individu dan Sosial

Perkembangan Manusia Sebagai Makhluk individu dan Sosial

Perkembangan Manusia Sebagai Makhluk individu dan Sosial

Perkembangan Manusia Sebagai Makhluk individu dan Sosial – Pada hakekatnya, manusia dapat dilihat sebagai makhluk pribadi, sedangkan di sisi lain dipandang sebagai makhluk sosial. Mengenai hal tersebut, ada dua paham yang saling bertolak belakang. Paham individualisme semata-mata menekankan pada eksistensi sebagai makhluk pribadi. Sebaliknya, paham sosialisme mengabaikan individualitas manusia dan menuntut manusia mengorbankan hasrat pribadinya demi kepentingan umum. Kedua paham tersebut sulit diterima secara mutlak, karena hanya melihat keberadaan manusia dari salah satu aspeknya saja. Bagaimanakah keberadaan manusia seutuhnya dalam masyarakat? Mari simak bahasan berikut.

section-media

Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai individu/manusia.

Untuk menjelaskan mengenai perkembangan manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dapat dikutip beberapa teori, antara lain:

  1. Teori Nativisme
    Teori yang dikemukakan oleh Schopenhouer ini menyatakan bahwa perkembangan manusia sepenuhnya ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yakni faktor keturunan yang dibawa sejak saat dilahirkan. Menurut teori nativisme, individu dilahirkan dengan membawa sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat inilah yang kemudian akan menentukan keadaan individu bersangkutan. Sedangkan faktor lingkungan, termasuk pendidikan, dianggap sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu.
    Teori nativisme menimbulkan pandangan bahwa kepribadian individu sangat tergantung pada sifat-sifat yang diturunkan oleh orangtuanya dan tak dapat diubah lagi. Apabila orangtuanya baik, maka seseorang akan menjadi baik juga. Demikian pula bila orangtuanya memiliki sifat jahat, individu pun pasti bersifat sama.
    Itulah sebabnya, di masa lalu, teori nativisme mendorong diadakannya seleksi terhadap anggota masyarakat demi menciptakan keadaan yang lebih baik. Kesempatan untuk memiliki keturunan hanya diberikan kepada anggota masyarakat yang bersifat baik saja, karena diyakini keturunannya pun akan mewarisi kebaikan mereka. Sebaliknya, para pelaku kejahatan tidak diberi kesempatan memiliki keturunan, sebab dipandang hanya akan melahirkan penjahat-penjahat baru.
  2. Teori Empirisme
    Teori empirisme, atau sering dikenal dengan teori tabularasa, dikemukakan oleh John Locke. Teori ini menyatakan bahwa individu yang baru dilahirkan ibaratnya sehelai kertas putih bersih. Akan menjadi apa individu tersebut kemudian sangat ditentukan oleh pengalaman-pengalaman dalam hidupnya, terutama proses pendidikan. Karenanya, pendidikan dipandang sebagai proses penting yang mampu membentuk kepribadian individu. Adapun sifat keturunan atau pembawaan lahir dianggap tidak memiliki peranan.
  3. Teori Konvergensi
    Menurut teori yang dikemukakan oleh William Stern ini, baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Kepribadian individu ditentukan oleh faktor keturunan (endogen) dan faktor lingkungan (eksogen). Pendapat William Stern telah dibuktikannya melalui penelitian terhadap sejumlah anak kembar di Hamburg, Jerman. Mengapa dipilih anak kembar ? Karena dilihat dari segi genetik, anak kembar dipastikan mewarisi sifat keturunan yang nyaris identik. Segera setelah dilahirkan, anak-anak tersebut dipisahkan dari kembarannya dan ditempatkan pada pengaruh lingkungan yang berbeda. Ternyata akhirnya anak-anak tadi memiliki sejumlah sifat berbeda, sekalipun secara keturunan mereka dapat dikatakan relatif mempunyai kesamaan. Hal ini membuktikan bahwa faktor pembawaan tidak secara mutlak menentukan kepribadian individu. Lingkungan (pengalaman, pergaulan, dan pendidikan) juga berperan cukup signifikan.

Sebagai makhluk individu, manusia akan selalu berusaha mempertahankan harkat dan martabatnya, mengupayakan terpenuhinya hak-hak dasar yang selayaknya diperoleh, merealisasikan segenap potensi diri baik jasmani maupun rohani, serta berupaya memenuhi kebutuhan dan kepentingan diri demi kesejahteraan hidupnya. Adapun keberadaan manusia sebagai makhluk sosial mendorongnya untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, membentuk kelompok-kelompok sosial, juga menciptakan norma-norma untuk mengatur tertib kehidupan bermasyarakat.

Dalam konteks ini, manusia lazimnya memiliki pula:

  • Kesadaran akan ketidakberdayaannya bila hanya seorang diri saja,
  • Kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain,
  • Penghargaan terhadap hak-hak orang lain,
  • Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.

Terkait keberadaannya sebagai makhluk sosial, manusia pun belajar untuk mengembangkan dan berbagi rasa cinta kasih. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwadarminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun rasa sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata ‘kasih’ bermakna perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kasih memperkuat rasa cinta. Cinta kasih merupakan pengikat yang mempererat dan mengokohkan hubungan manusia dengan sesamanya.

Pengertian tentang cinta, lebih lanjut, dikemukakan oleh Dr. Sarlito W. Sarwono. Ia mengungkapkan bahwa cinta memiliki 3 (tiga) unsur, yaitu:

  1. Keterikatan
    Keterikatan ditandai oleh adanya hasrat untuk senantiasa bersama, tidak ingin berpisah, selalu memberikan prioritas atau keutamaan, serta menghindari hal-hal yang dapat mengancam keutuhan ikatan.
  2. Keintiman
    Keintiman tampak dari kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa jarak sosial sudah dapat diatasi.
  3. Kemesraan
    Kemesraan yaitu adanya rasa ingin berdekatan atau bersentuhan, rasa rindu bila terpisah jauh atau lama tidak bertemu, serta adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa sayang.

Rangkuman

  • Untuk menjelaskan mengenai perkembangan manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dapat dikutip beberapa teori, antara lain, Teori Nativisme, Teori Empirisme, serta Teori Konvergensi.
  • Sebagai makhluk individu, manusia akan selalu berusaha mempertahankan harkat dan martabatnya, mengupayakan terpenuhinya hak-hak dasar yang selayaknya diperoleh, merealisasikan segenap potensi diri baik jasmani maupun rohani, serta berupaya memenuhi kebutuhan dan kepentingan diri demi kesejahteraan hidupnya.
  • Adapun keberadaan manusia sebagai makhluk sosial mendorongnya untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, membentuk kelompok-kelompok sosial, juga menciptakan norma-norma untuk mengatur tertib kehidupan bermasyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *