Macam-Macam, Pengertian Konflik Sosial dan Kekerasan

By | January 4, 2021
Macam-Macam, Pengertian Konflik Sosial dan Kekerasan

Macam-Macam, Pengertian Konflik Sosial dan Kekerasan

Pengertian Konflik Sosial dan Kekerasan

Konflik Sosial

Macam-Macam, Pengertian Konflik Sosial dan Kekerasan – Konflik, secara umum, dapat dimaknai sebagai sebuah perjuangan untuk mencapai tujuan tertentu. Kekalahan atau kehancuran pihak lawan seringkali dilihat oleh pihak-pihak yang berkonflik sebagai tujuan utama yang ingin dicapai. Berbeda dengan persaingan atau kompetisi, dimana tujuan utama adalah pencapaian kemenangan melalui keunggulan prestasi dan semangat bersaing, dalam konflik yang paling diinginkan adalah menghancurkan pihak lawan sehingga seringkali tujuan-tujuan lainnya menjadi tidak sepenting keinginan untuk menghancurkan pihak lawan.

Namun, tentunya konflik juga memiliki segi positif bagi masyarakat.
Secara lebih terperinci, pengertian konflik mencakup sejumlah unsur berikut :

  • konflik adalah bentuk pertentangan atau perselisihan,
  • melibatkan dua pihak secara antagonis,
  • didorong oleh adanya perbedaan dalam berbagai hal,
  • dapat disertai penggunaan ancaman atau kekerasan,
  • berkaitan dengan pencapaian tujuan tertentu.

Sebagai suatu proses sosial yang bersifat oposisional (oppositional process), konflik memiliki beberapa karakteristik, yaitu :

  1. Konflik bersifat inheren atau merupakan bagian tak terpisahkan dari keberadaan suatu masyarakat. Tidak ada satu masyarakat pun yang bisa mencegah dan menghindari konflik sosial sepenuhnya. Itulah sebabnya, yang terpenting sesungguhnya adalah mengelola konflik.
  2. Konflik tak selalu harus dihindari karena tidak selamanya berdampak negatif.
  3. Konflik adalah suatu akibat yang tidak mungkin dihindarkan dari interaksi sosial, tetapi dapat diatasi dengan mengurangi potensi perbedaan.
  4. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi sosial. Atau dengan perkataan lain, konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan masyarakat.
  5. Konflik dapat memberikan kontribusi untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat.
  6. Konflik bertentangan dengan integrasi (kesatupaduan). Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Adapun faktor penyebab konflik sosial adalah :

  • Perbedaan antar individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan
  • Perbedaan kepentingan antar individu atau antar kelompok
  • Situasi yang saling bertolak belakang atau kesenjangan
  • Perbedaan cara mencapai tujuan
  • Ketidaksamaan status
  • Adanya perubahan sosial yang cepat dan mendadak dalam masyarakat

Kekerasan

Konflik sosial tidaklah identik dengan kekerasan, karena konflik tak selalu disertai dengan penggunaan kekerasan. Meski demikian, harus diakui bahwa memang banyak pihak yang memilih penggunaan kekerasan sebagai sarana untuk memenangkan suatu konflik. Manusia sangat mungkin menggunakan kekerasan saat menghadapi kompetisi yang melibatkan harga diri (ego pribadi) dan konflik yang mengancam kelangsungan hidupnya. Dalam sejumlah kasus, kekerasan pun acap menjadi hasil akhir dari suatu konflik sosial yang tak terkendali.

Konflik dan kekerasan memiliki persamaan sebagai ungkapan perasaan marah atau bermusuhan, yang melibatkan kekuatan fisik dan dimaksudkan untuk menyakiti, merusak, atau melenyapkan seseorang atau sesuatu. Namun, konflik memiliki sejumlah segi positif sebab mampu meningkatkan solidaritas kelompok dalam (in group), serta mendorong perubahan dan munculnya konsensus baru dalam masyarakat. Adapun kekerasan lebih menonjol dalam segi negatifnya saja.

Secara lebih terperinci, pengertian kekerasan mencakup sejumlah unsur berikut :

  • dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang,
  • melibatkan kekuatan,
  • mengakibatkan rasa sakit, kerusakan, atau pun bahaya pada diri sendiri, orang lain, harta benda, dan lingkungan.

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, kekerasan acap pula menjadi hasil akhir dari suatu konflik sosial yang tak terkendali. Bagaimanakah prosesnya hingga suatu konflik sosial dapat berkembang menjadi kekerasan ? Ada lima prasyarat atau determinan yang secara bertahap terpenuhi hingga konflik berlanjut menjadi perilaku kekerasan massa, yakni :

  1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan (social condusiveness) yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu, seperti tidak adanya sistem tanggung jawab yang jelas dalam masyarakat, tak tersedianya saluran untuk mengungkapkan kejengkelan-kejengkelan, dan adanya sarana untuk saling berkomunikasi antara mereka yang memiliki kejengkelan serupa.
  2. Kegusaran atau tekanan sosial (social strain), yaitu kondisi yang timbul karena sejumlah besar anggota masyarakat (kelompok besar atau massa) merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar, namun tanpa ganjaran sanksi setimpal.
  3. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas (generalized hostile belief) terhadap suatu sasaran tertentu, seperti pemerintah atau kelompok tertentu yang memiliki kedekatan dengan pemerintah.
  4. Mobilisasi massa untuk beraksi (mobilization for action), yaitu adanya tindakan nyata massa mengorganisasikan diri untuk bertindak.
  5. Kontrol sosial (social control) gagal. Ini berkaitan dengan kemampuan aparat keamanan dan petugas lainnya untuk mengendalikan situasi serta menghambat kerusuhan. Semakin banyak massa yang terlibat dalam kerusuhan, maka kian besar kemungkinan terjadinya kegagalan kontrol sosial oleh aparat sehingga kekerasan pun benar-benar tak terkendali lagi.

Macam-Macam Konflik Sosial

Berdasarkan sejumlah kriteria, konflik sosial dapat dibedakan atas beberapa bentuk, yakni :

Berdasarkan isu-isu yang diusungnya, konflik dapat dibedakan atas :

  1. Konflik antar kelas sosial (social class conflict), sebagaimana terjadi antara ‘kelas buruh’ melawan ‘kelas majikan’ dalam konflik hubungan-industrial, atau ‘kelas tuan tanah’ melawan ‘kelas buruh-tani’ dalam konflik pertanahan.
  2. Modes of production conflict (konflik moda produksi dalam perekonomian) yang berlangsung antara kelompok pelaku ekonomi berskala kecil melawan pengusaha bermodal besar, misalnya antara pedagang tradisional dengan pengusaha pusat perbelanjaan modern.
  3. Konflik sumber daya alam dan lingkungan (natural resources conflict) adalah konflik sosial yang berpusat pada sengketa penguasaan sumber daya alam (tanah atau air).
  4. Konflik ras (ethnics and racial conflict) yang mengusung perbedaan warna kulit dan atribut rasial lainnya.
  5. Konflik antar-pemeluk agama (religious conflict) yang berlangsung karena masing-masing pihak tidak mampu mengembangkan sikap toleran dan saling menghargai keyakinan satu sama lain.
  6. Konflik sektarian (sectarian conflict), adalah konflik yang dipicu oleh perbedaan pandangan atau ideologi yang dianut antar pihak. Konflik akan makin mempertajam perbedaan pandangan antar mazhab/aliran (seringkali pada ideologi yang sama).
  7. Konflik politik (political conflict) yang berlangsung dalam dinamika olah kekuasaan (power exercise). Seringkali terjadi karena upaya merebut dan mempertahankan kekuasaan.
  8. Gender conflict adalah konflik yang berlangsung antara dua penganut pandangan berbeda dengan basis perbedaan jenis kelamin. Para pihak mengusung kepentingan-kepentingan (politik, kekuasaan, ekonomi, peran sosial) yang berbeda dan saling berbenturan antara dua kelompok jenis kelamin.
  9. Konflik-konflik antar komunitas (communal conflicts), yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti eksistensi identitas budaya komunitas maupun faktor sumber daya kehidupan (sources of sustenance). Konflik komunal seringkali bisa berkembang menjadi konflik teritorial jika pada identitas kelompok melekat juga identitas kawasan.
  10. Konflik teritorial (territorial conflict) adalah konflik sosial yang dilancarkan oleh komunitas atau masyarakat lokal untuk mempertahankan kawasan tempat mereka membina kehidupan selama ini.
  11. Inter-state conflict adalah konflik yang berlangsung antara dua negara dengan kepentingan, ideologi, dan sistem ekonomi yang berbeda dan saling berbenturan.
  12. Dalam kecenderungan global, inter-state conflict bisa berkembang menjadi regional conflict atau konflik antar kawasan maupun negara-negara yang bersekutu, sebagaimana terjadi pada era perang dingin’ (Blok Uni Soviet versus Blok Amerika Serikat).

Berdasarkan kecepatan reaksi (speed of reaction) yang diberikan para pihak atas ketidaksepahaman yang terbentuk, konflik terdiri atas :

  1. Gerakan sosial damai (peaceful collective action) berupa aksi penentangan, yang dapat berlangsung dalam bentuk aksi korektif (berupaya menyampaikan tuntutan tertulis, petisi), pemogokan (mogok makan, mogok bekerja), atau aksi lainnya (aksi teatrikal atau aksi tutup mulut). Bila tidak mendapat tanggapan yang memuaskan, maka aksi damai dapat dimungkinkan berkembang menjadi aksi membuat gangguan umum (strikes and civil disorders) berwujud demonstrasi ataupun huru-hara.
  2. Demonstrasi (demonstrations) atau protes bersama (protest gatherings) adalah kegiatan yang mengekspresikan ketidaksepahaman suatu kelompok atas isu-isu tertentu. Demonstrasi biasanya masih bersifat lokal dan sporadis, meski tidak tertutup kemungkinan dapat meluas.
  3. Kerusuhan dan huru-hara (riots), yakni peningkatan derajat kekerasan (degree of violence) dari sekedar demonstrasi. Kerusuhan berlangsung sebagai reaksi massal atas suatu keresahan umum. Oleh karena disertai dengan aksi massa yang cenderung tak terkendali, maka huru-hara acap menimbulkan kerusakan maupun korban luka (bahkan kematian).
  4. Pemberontakan (rebellions) adalah konflik sosial berkepanjangan yang biasanya digagas dan direncanakan lebih konstruktif serta terorganisasikan dengan baik. Pemberontakan bisa menyangkut perjuangan kedaulatan atas suatu wilayah atau pun mempertahankan teritorial (termasuk eksistensi ideologi tertentu).
  5. Aksi radikalisme-revolusioner (revolutions) adalah gerakan penentangan yang menginginkan perubahan sosial secara cepat atas suatu keadaan tertentu dalam masyarakat.
  6. Perang adalah bentuk konflik bersenjata antar negara yang sangat tidak dikehendaki oleh masyarakat internasional karena dampaknya sangat luas, bahkan tak jarang mengakibatkan tragedi kemanusiaan.

Macam-Macam Kekerasan

Para ahli memberikan beragam pendapat mengenai bentuk-bentuk kekerasan, diantaranya :

Johan Galtung

Menurut Johan Galtung, sosiolog berkebangsaan Norwegia, kekerasan dapat dibedakan atas :

  • Kekerasan struktural
    Galtung berpendapat bahwa ketidakadilan yang diciptakan oleh suatu sistem hingga menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) merupakan konsep kekerasan kultural. Kekerasan ini dapat mewujud sebagai rasa tidak aman karena tekanan lembaga-lembaga militer yang dilandasi oleh kebijakan politik otoriter, pengangguran akibat sistem ekonomi yang tidak berfungsi dengan baik dan kurang mampu menyerap sumber daya manusia di lingkungannya, diskriminasi ras atau agama oleh struktur sosial dan politik, hingga ketiadaan hak untuk mengakses sarana pendidikan maupun kesehatan secara bebas dan adil.
  • Kekerasan kultural
    Kekerasan kultural adalah aspek-aspek dari kebudayaan, ruang simbolis dari keberadaan masyarakat manusia (dicontohkan oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, ilmu pengetahuan empiris dan formal) yang bisa digunakan untuk melegitimasi atau membenarkan kekerasan struktural dan langsung.
  • Kekerasan langsung
    Kekerasan langsung dapat berwujud tindakan intimidasi hingga menyebabkan ketakutan dan trauma psikis, mencederai, melukai, hingga mengakibatkan kematian pihak lain. Kekerasan langsung dapat dilakukan oleh satu individu pada individu lain, kelompok terhadap kelompok lain, atau kelompok terhadap individu.

Robert F. Litke

Robert F. Litke, sosiolog berkebangsaan Kanada, membedakan kekerasan atas :

  • Kekerasan personal
    Ialah kekerasan yang dilakukan oleh individu (pribadi) dan berwujud dalam dimensi fisik maupun psikologis. Kekerasan fisik dapat berupa tindakan mencederai atau melukai. Sedangkan kekerasan psikologis bisa muncul dalam bentuk ancaman atau pembunuhan karakter.
  • Kekerasan institusional
    Adalah kekerasan yang terlembaga atau dilakukan oleh lembaga tertentu. Aksi fisik dapat muncul dalam bentuk kerusuhan, terorisme, dan perang. Sementara aksi psikologis muncul berbentuk perbudakan, rasisme, serta seksisme.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diatur pula mengenai sejumlah hal yang dikategorikan sebagai bentuk kekerasan, yaitu :

  • Membuat orang pingsan atau tidak berdaya (Pasal 89).
  • Sengaja merusak kesehatan (Pasal 351).
  • Mengakibatkan luka-luka berat (Pasal 353 ayat 2).
  • Mengakibatkan kematian (Pasal 353 ayat 3).
  • Melakukan penyerangan atau perkelahian yang mengakibatkan orang terluka berat atau kehilangan nyawanya (Pasal 358).

Secara faktual, dalam masyarakat, terdapat banyak bentuk tindak kekerasan yang menyita perhatian. Di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan terorisme.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Menurut UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pada Pasal 1, kekerasan dalam rumah tangga (selanjutnya disingkat KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan dan anak, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Larangan kekerasan yang tercantum pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang mencakup :

  1. Kekerasan Fisik
    Yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
  2. Kekerasan Psikis
    Adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
  3. Kekerasan Seksual
    • pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; atau
    • pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
  4. Penelantaran Rumah Tangga
    Penelantaran ini terdiri atas :
    • menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan;
    • penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Terorisme

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (telah ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), dijelaskan bahwa terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan menimbulkan bahaya bagi tubuh, nyawa, moral, harta benda, dan kemerdekaan orang, atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut secara meluas, sehingga terjadi kehancuran pada obyek-obyek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum, maupun fasilitas internasional.

Perbuatan seperti apakah yang dapat digolongkan sebagai tindak terorisme ? Berdasarkan Treaty on Cooperation among the States Members of the Commonwealth of Independent States in

Combating Terrorism 1999, yang tergolong tindak terorisme ialah :

  1. kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang biasa atau orang yang dilindungi hukum;
  2. menghancurkan atau mengancam untuk menghancurkan harta benda dan obyek materiil lain sehingga membahayakan kehidupan orang lain;
  3. menyebabkan kerusakan atas harta benda atau terjadinya akibat yang membahayakan bagi masyarakat;
  4. mengancam kehidupan negarawan atau tokoh masyarakat dengan tujuan mengakhiri aktivitas publik atau negaranya, atau sebagai pembalasan terhadap aktivitas tersebut;
  5. menyerang perwakilan negara asing atau staf anggota organisasi internasional yang dilindungi oleh hukum internasional, begitu juga tempat bisnis atau kendaraan orang-orang yang dilindungi oleh hukum internasional;
  6. tindakan lain yang dikategorikan sebagai terorisme di bawah perundang-undangan nasional atau instrumen legal yang diakui secara internasional yang bertujuan memerangi terorisme.
    Sementara, UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme membatasi tindak pidana terorisme sebagai penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan hingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *