Klasifikasi, Pengertian, dan Ciri-Ciri Platyhelminthes

By | December 28, 2020
Klasifikasi, Pengertian, dan Ciri-Ciri Platyhelminthes

Klasifikasi, Pengertian, dan Ciri-Ciri Platyhelminthes

Klasifikasi, Pengertian, dan Ciri-Ciri Platyhelminthes

Klasifikasi, Pengertian, dan Ciri-Ciri Platyhelminthes – Pada topik ini, kalian akan belajar tentang cacing, tepatnya cacing pipih atau Platyhelminthes. Tentu kalian pernah mendengar istilah cacing pita. Cacing pita merupakan salah satu hewan yang dikelompokkan dalam filum ini. Mau tahu lebih lanjut? Simak ulasan berikut.

Ciri-Ciri Platyhelminthes

Platyhelminthes merupakan kelompok cacing yang struktur tubuhnya paling sederhana. Kata Platyhelminthes berasal dari bahasa Latin, platy (pipih) dan helminthes (cacing atau vermes), sehingga kelompok ini biasa disebut cacing pipih. Dibandingkan dengan Filum Porifera dan Coelenterata, struktur tubuh cacing pipih ini sudah sedikit lebih maju. Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak, simetri bilateral, dan bersifat hermaprodit. Tubuh dapat dibedakan dengan jelas antara posterior dan anterior, dorsal dan ventral, serta bersifat tripoblastik.

Cacing pipih bersifat triploblastik, artinya memiliki tiga lapisan jaringan embrional, yakni epidermis (lapisan luar), mesodermis (lapisan tengah), dan endodermis (lapisan dalam). Hewan ini ada yang hidup bebas, ada juga yang parasit pada hewan atau manusia. Cacing pipih belum memiliki rongga tubuh yang sebenarnya (aselomata). Namun, telah memiliki sistem ekskresi, saraf, dan reproduksi. Cacing ini bersifat parasit dan alat pencernaannya kurang berkembang.

Sistem pencernaan makanan cacing pipih berupa gastrovaskular, alat ekskresinya berupa sel-sel api, dan belum memiliki alat peredaran darah maupun alat respirasi. Sistem syarafnya disebut sistem syaraf tangga tali karena terdiri atas sepasang ganglion (simpul syaraf) anterior yang dihubungkan oleh satu sampai tiga pasang tali saraf memanjang.
Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat hidupnya, Platyhelminthes dibagi menjadi tiga kelas yaitu, Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda, dan Kelas Cestoda.

Klasifikasi

Filum Platyhelminthes terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda.

Kelas Turbellaria

Turbellaria disebut juga cacing berbulu getar. Bentuk tubuh pipih, habitat di air tawar yang jernih dan tenang, bagian tepi tubuh ditutupi silia/ rambut getar, contohnya Dugesia sp (Planaria sp). Planaria bertubuh kecil, simetri bilateral, hidup bebas di air tawar. Permukaan tubuhnya ditutupi silia dan kepala berbentuk segitiga. Di bagian kepala terdapat sepasang bintik mata/ stigma, otak, dan auricular (semacam cuping telinga).

Hewan ini mempunyai sistem saraf tangga tali, dimana terdapat sepasang ganglion otak dengan dua lanjutan serabut saraf memanjang ke arah posterior yang dihubungkan oleh serabut saraf melintang. Sistem pencernaan terdiri atas mulut, faring, yang berlanjut pada usus yang bercabang-cabang yang disebut gastrovaskular, tanpa anus. Faring menonjol di sisi ventral dan berakhir dengan lubang mulut. Sistem ekskresi terdiri dari sepasang saluran memanjang yang bermuara pada lubang/ pori di permukaan tubuh yang dinamakan sel api/ flame cell. Planaria bersifat hermaprodit, yaitu satu individu mampu menghasilkan sperma dan ovum sekaligus.

Kelas Trematoda

Cacing anggota kelas Trematoda semua bersifat parasit, baik pada hewan maupun pada manusia. Cacing ini memiliki bentuk tubuh menyerupai daun, pipih, memiliki alat hisap bagian depan (anterior) dan alat hisap sisi perut (posterior), saluran pencernaan tidak berkembang, dan permukaan tubuh ditutupi oleh kutikula tidak bersilia.

Fasciola hepatica (cacing hati)

Cacing ini parasit pada hati domba (jarang pada hati sapi). Dalam daur hidupnya, cacing ini menempati tubuh siput air sebagai inang perantara (hospes intermedier). Cacing ini bersifat hermaprodit dengan daur hidup sebagai berikut.

Cacing dewasa bertelur dalam saluran empedu domba, kemudian telur keluar bersama feses. Jika jatuh di tempat yang sesuai, telur akan menetas menjadi larva mirasidium. Selanjutnya, mirasidium masuk ke tubuh siput air (Lymnaea sp) dan berubah menjadi sporokista. Metaserkaria terbungkus dinding tebal membentuk kista. Jika rumput termakan ternak, kista pecah kemudian larva menuju saluran empedu (hati) menjadi cacing dewasa.

Clonorchis sinensis

Cacing ini parasit pada hati manusia, serta memiliki dua inang perantara, yaitu siput dan ikan. Daur hidupnya hampir sama dengan Fasciola hepatica, hanya metaserkaria masuk ke tubuh ikan.

Schistosoma haematobium (cacing darah)

Cacing ini hidup dalam saluran darah dan dapat menyebabkan anemia.

Paragonimus westermani (cacing paru-paru)

Cacing ini bersifat parasit pada paru-paru.

Kelas Cestoda

Cestoda disebut juga cacing pita, karena bentuknya pipih memanjang seperti pita. Tubuh bersegmen-segmen dan masing-masing segmen disebut proglotid. Proglotid seolah-olah dapat dipandang sebagai individu tersendiri karena memiliki kelengkapan organ sebagaimana organisme. Oleh karena itu, segmentasi pada Cestoda dinamakan segmentasi strobilasi.

Di bagian anterior terdapat skoleks (kepala) yang dilengkapi dengan kait (rostelum) dan alat isap (sucker). Proglotid dewasa biasanya terdapat di bagian belakang. Jauh dari kepala, pada proglotid ini mengandung alat reproduksi yang siap berfungsi. Alat pencernaan kurang berkembang, sehingga cacing ini mengambil makanan dari inang dengan cara absorbsi melalui seluruh permukaan tubuhnya.

Taenia saginata (cacing pita sapi)

Cacing dewasa parasit pada saluran pencernaan manusia dengan inang perantara sapi. Bentuk tubuh pipih, bersegmen, panjang dapat mencapai 5 m atau lebih. Di bagian kepala/ skoleks terdapat empat buah alat isap/ sucker, tanpa kait/ rostelum untuk menempelkan diri pada tubuh inang. Alat pencernaan tidak berkembang, sehingga cacing jenis ini mengisap makanan dari inang melalui seluruh permukaan tubuh.

Proglotid yang telah dewasa (di dalamnya mengandung embrio) melepaskan diri dan keluar dari tubuh inang bersama feses. Bila telur yang mengandung embrio ini termakan sapi, maka telur akan menetas menjadi larva dan sistiserkus di dalam usus. Jika daging sapi yang mengandung sistiserkus tersebut dimakan manusia, maka di dalam lambung sistiserkus tersebut hancur tercerna dan larva keluar. Kemudian tumbuh menjadi cacing pita dewasa dalam usus dua belas jari.

Taenia solium (cacing pita babi)

Cacing ini bersifat parasit pada usus halus manusia. Bentuknya hampir sama dengan Taenia saginata.

Diphyllobothrium latum

Cacing ini bersifat parasit pada manusia dan memiliki inang perantara ikan.

Echinococcus granulosus

Cacing ini bersifat parasit pada usus anjing.

Parasit Platyhelminthes

Kebanyakan Platyhelminthes merugikan karena bersifat parasit, baik pada manusia maupun hewan ternak (domba, sapi, dan babi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *