
Definisi dan Ciri-Ciri Kota
Definisi, Ciri-Ciri dan Teori Terkait Struktur Ruang Kota – Apakah yang dimaksud dengan kota? Bagaimanakah ciri-ciri kota dari berbagai aspek keberadaannya ? Mari kita cermati materi pelajaran kali ini.
DEFINISI KOTA
Kota merupakan salah satu wujud pemukiman dan sekaligus sebagai wadah aktivitas penduduk dalam bidang ekonomi maupun sosial budaya. Aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan sangat menentukan pembentukan kota sebagai tata ruang. Kota sebagai suatu tata ruang harus merupakan lingkungan yang dinamis sehingga memberikan daya dukung bagi penduduk kota.
Untuk memahami pengertian kota, berikut beberapa definisi kota :
- Secara geografis, yang dimaksud dengan kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non-alami dengan gejala pemusatan penduduk tinggi, sifat penduduk individualis, dan materialistis.
- Dari sudut pandang ilmu ekonomi, kota adalah suatu wilayah yang penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhan melalui pasar setempat.
- Dari sudut pandang sosiologi, kota adalah suatu wilayah yang merupakan pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen dengan kedudukan sosial penduduknya yang heterogen.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kota merupakan suatu wilayah yang digunakan penduduknya sebagai pusat aktivitas ekonomi, pendidikan, sosial maupun pengembangan budaya yang ditandai dengan adanya kepadatan penduduk tinggi dan mata pencaharian yang heterogen. Suatu wilayah dapat dikatakan kota apabila sesuai dengan ciri-ciri kota, baik ciri sosial maupun fisik.
CIRI-CIRI KOTA
Beberapa ciri umum kota adalah :
- Mata pencaharian penduduk heterogen.
- Sikap penduduknya bersifat individualistik.
- Hubungan kekerabatan bersifat gesselschaft (patembayan).
- Toleransi sosial lemah.
- Kontrol sosialnya didasarkan pada hukum formal.
- Pola pikirnya rasional.
- Adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk kompleks-kompleks tertentu.
Sedangkan ciri fisik kota merupakan bentukan hasil campur tangan manusia yang berfungsi sebagai sarana dan prasarana untuk menunjang perkembangan sebuah kota. Ciri-ciri fisik kota meliputi adanya gedung pemerintahan, tempat ibadah, alun-alun, penjara, pasar, tempat parkir, sarana olahraga dan rekreasi, ruang terbuka, dan pusat perbelanjaan modern.
Karena kota merupakan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan, maka diperlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi penduduknya. Hal tersebut diperlukan oleh sebuah kota, karena kota memiliki berbagai fungsi bagi penduduknya.
Adapun fungsi kota adalah sebagai berikut :
- Kota sebagai pusat produksi.
- Kota sebagai pusat perdagangan.
- Kota sebagai pusat pemerintahan.
- Kota sebagai pusat kebudayaan.
- Kota sebagai pusat pendidikan.
- Kota sebagai pusat kesehatan.
Setiap kota memiliki dinamika perkembangan yang berbeda-beda. Ada kota yang lambat berkembang, terutama kota-kota yang letaknya di pegunungan, sebaliknya kota yang terletak di dataran rendah perkembangannya sangat pesat. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan morfologi dan rencana pemekaran kota.
Adapun ciri-ciri masyarakat kota, yakni :
- Peranan kelompok sekunder lebih besar, sebab kota terdiri atas kumpulan warga yang berbeda latar belakang. Dengan demikian, faktor eksternal lebih menentukan dalam hal interaksi sosial sehingga nilai kultural semakin lama semakin terkikis.
- Mobilitas sosial yang tinggi. Mobilitas yang dimaksud adalah tingkat pendidikan politik, pemahaman organisasi modern, dan pengembangan sumber daya manusia.
Hidupnya tergantung pada spesialisasinya, jelas bahwa faktor ini yang menentukan karena tanpa spesialisasi seseorang tidak akan bertahan hidup di kota, bahkan dapat tergusur dengan sendirinya. - Bersifat heterogen. Kota hasil perpaduan dari berbagai karakteristik manusia yang datang dari desa dan rakyat setempat, maka kota cukup dinamis mulai dari karakteristik pemikiran hingga penampilan/pakaian.
- Hubungan antara satu dengan yang lain lebih didasarkan oleh kepentingan, hubungan ada jika saling menguntungkan, bukan mengedepankan makna manusia sosial.
- Lebih banyak tersedia sarana pengadaan barang dan jasa, karena spesialisasi masyarakatnya maka jenis barang yang dibutuhkan sangat banyak mulai dari sistem penyebaran produksi, pembuatan barang tentu membutuhkan tenaga jasa.
- Lebih banyak mengubah lingkungan. Dinamika yang terjadi dalam rakyat kota demikian rupanya, hingga lingkungan sekitar pun harus dimanfaatkan dan diubah hingga berguna sedemikian rupa dan juga merupakan salah satu upaya bertahan hidup di kota.
- Berpandangan lebih materialistis, uang adalah segalanya tanpa uang manusia tidak bisa hidup karena alam tidak menyediakan kebutuhan seperti halnya masyarakat desa.
Teori Terkait Struktur Ruang Kota
Setiap tempat memiliki struktur yang khas yang memberikan ciri tersendiri. Kali ini kita akan mencermati teori-teori yang berkaitan dengan struktur kota.
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri. Selain itu, terdapat pula kapitonim “Kota” yang merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi. Kota dibedakan secara kontras dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum.
Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu:
Teori Konsentris (Burgess, tahun 1925)
Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD terbagi atas dua bagian:
1. Bagian inti atau RBD (Retail Business District) dengan didominasi pertokoan, perkantoran dan jasa
2. Bagian luar atau WBD (Wholesale Business District) ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Pembagian zona kota:
1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District)
Merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran dan sebagainya.
2. Zona peralihan atau zona transisi
Merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi dan sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
3. Zona pemukiman kelas proletar
Perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar.
4. Zona pemukiman kelas menengah (residential zone)
Merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi
Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas.
*6. Zona penglaju (commuters)
Merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland*) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
Teori Sektoral (Hoyt, 1939)
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
1. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
2. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
3. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
4. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
5. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
- Pusat Kota atau Central Business District (CBD).
- Kawasan niaga dan industri ringan.
- Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
- Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
- Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
- Pusat industri berat.
- Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
- Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
- Upakota (sub-urban) kawasan industri
Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955)
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)
Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah-daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
Teori Historis (Alonso, 1964)
DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
Teori Poros (Babcock, 1960)
Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya. Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya.