
Asas Pemungutan Pajak
Asas dan Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia – Asas-asas yang sering dipakai negara dalam pelaksanaan wewenangnya untuk menentukan pemungutan pajak kepada warga negara, di antaranya :
1. Asas Sumber, artinya asas pemungutan pajak bergantung atas adanya sumber penghasilan di suatu negara. Jika dalam suatu negara terdapat suatu sumber penghasilan tertentu, maka negara dapat memungut pajak tanpa melihat di mana wajib pajak tersebut tinggal.
2. Asas Domisili, artinya negara berhak memungut pajak kepada wajib pajak atas dasar tempat tinggalnya di suatu negara. Ini bermakna bahwa negara dimana wajib pajak tinggal berhak memungut pajak atas pengahasilan wajib pajak tersebut.
3. Asas Nasional, artinya bahwa asas pemungutan pajak dihubungkan dengan kebangsaan dari wajib pajak.
Adapun menurut Adam Smith dalam bukunya The Wealth Of The Nation dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxims” menjelaskan bahwa pemungutan pajak oleh negara harus menganut asas-asas sebagai berikut :
1. Asas Equality, artinya pemungutan pajak harus menganut asas kesamaan atau keadilan bagi masyarakat wajib pajak. Persamaan ini menyangkut hak dan kewajiban wajib pajak, serta tidak adanya diskriminasi di antara masyarakat wajib pajak. Pemungutan wajib pajak dilakukan harus berdasarkan kemampuan wajib pajak. Masyarakat wajib pajak yang mempunyai kondisi sama harus dikenakan pajak yang sama pula.
Keadilan dalam pemungutan pajak menganut dua hal :
• Keadilan Horisontal, artinya pemungutan pajak harus dikenakan dengan jumlah yang sama kepada wajib pajak yang memiliki penghasilan sama dan jumlah tanggungan sama, tanpa membedakan jenis penghasilan dan sumber penghasilan.
• Keadilan Vertikal, artinya pemungutan pajak jika wajib pajak memiliki kondisi ekonomi bersamaan maka dikenakan pajak yang sama.
2. Asas Certainty, bermakna bahwa penetapan pajak tidak boleh dilakukan dengan cara yang sewenang-wenang. Penetapan pajak harus memiliki kepastian pemungutan pajak, kepastian subyek pajak, kepastian obyek pajak, kepastian tata cara pemungutan pajak, dan kepastian waktu pembayaran pajak.
3. Asas Convenience of Payment, artinya pemungutan pajak harus menganut asas yang membuat nyaman dan tidak menyulitkan wajib pajak. Pengenaan pajak dilakukan saat wajib pajak mendapatkan penghasilan (pay as you earn) dan memenuhi syarat obyektivitas (memiliki penghasilan melampaui besaran penghasilan tidak kena pajak).
4. Asas Economic, artinya biaya yang dikeluarkan harus seminimal mungkin. Biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar daripada pajak yang dipungut. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah daerah pusat dan daerah dapat bertindak rasional dalam pemungutan pajak.
Sistem Pemungutan Pajak
1. Self Assessment
Self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Dalam tata cara ini, kegiatan pemungutan pajak bertumpu pada aktivitas masyarakat sendiri, yang diberi kepercayaan untuk :
a) Menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang.
b) Membayar sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
c) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
Tata cara ini akan berhasil dengan baik jika masyarakat mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi.
Ciri-ciri Sistem self-assessment Adalah:
• Adanya kepastian hukum.
• Sederhana penghitungannya.
• Mudah pelaksanaan
• Lebih adil dan merata.
• Penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak.
2. Official Assessment
Official assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana aparatur perpajakan menentukan sendiri (di luar wajib pajak) jumlah pajak yang terutang. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan dalam penghitungan maupun pemungutan pajak sepenuhnya ada pada aparatur perpajakan. Sistem ini akan berhasil dengan baik bila aparatur perpajakan telah memenuhi standar kualitas maupun kuantitas.
3.Witholding System
Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana penghitungan besarnya pajak terutang dari seorang wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga.
Teori dalam Pemungutan Pajak
1) Teori Asuransi
Beranggapan bahwa pajak disamakan dengan pembayaran premi untuk perlindungan, sebagaimana terdapat dalam asuransi pertanggungan.
2) Teori Kepentingan
Berasumsi bahwa sudah selayaknya apabila biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh negara untuk kepentingan penduduk (termasuk perlindungan terhadap jiwa dan harta) dibebankan kepada rakyat.
3) Teori Daya Pikul
Dasar keadilan pemungutan pajak adalah terletak pada jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya dalam bentuk perlindungan jiwa dan harta sehingga wajar apabila biaya yang telah dikeluarkan oleh negara tersebut dipikulkan kepada yang menikmatinya.
4) Teori Bakti
Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak, sementara warga negara mempunyai kewajiban membayar pajak sebagai bukti tanda baktinya kepada negara.
5) Teori Daya Beli
Teori ini mengambil daya beli dari semua rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan maksud memelihara kehidupan masyarakat. Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak, tetapi hanya melihat kepada efeknya dan memandang efek yang baik tersebut sebagai dasar keadilan.
Administrasi Pemungutan Pajak di Indonesia
Dalam hukum pajak, mekanisme administrasi perpajakan di Indonesia yang menganut self assessment system terbagi dalam tiga wilayah hak dan kewajiban, antara lain :
1. Wilayah hak dan kewajiban wajib pajak,
2. Wilayah wewenang administasi Pajak,
3. Wilayah peradilan pajak (penyelesaian sengketa perpajakan).
Pola hubungan antara negara dan masyarakat wajib pajak yang tertuang dalam administrasi perpajakan merupakan instrumen dari pelaksanaan hukum pajak, khususnya ketentuan formal perpajakan. Dengan kata lain, dalam melaksanakan administrasi pajak, aparatur pajak sebagai pelaksana pemungutan pajak, sebenarnya adalah sedang beracara dengan wajib pajak dalam sistem perpajakan yang menganut self assessment system.
Dapat disimpulkan bahwa administrasi perpajakan yang menganut self assessment system adalah sebuah model pembayaran pajak melalui mana masyarakat wajib pajak melakukan sendiri pendaftaran, pencatatan, penghitungan, penyetoran, hingga pelaporan pajak kepada negara. Adapun kantor pajak memiliki tugas melayani wajib pajak. Kantor pajak memberikan pembinaan, penyuluhan, pengawasan, hingga langkah-langkah penegakan hukum (law enforcement). Model perikatan antara negara dan wajib pajak merupakan perikatan hukum yang masuk wilayah hukum administrasi negara.
SYARAT-SYARAT ADMINISTRASI PAJAK
Pelaksanaan self assessment sebagai suatu sistem perpajakan yang bersifat mandiri menuntut wajib pajak memiliki sejumlah persyaratan, antara lain:
1. Wajib pajak harus memahami terlebih dahulu arti pentingnya pajak. Dalam kasus ini, kendala terbesar yang dialami administrasi pajak nasional adalah tingginya tingkat korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pemerintahan, sehingga wajib pajak merasa tidak perlu membayar pajak yang benar sebab pembayaran akan mendukung keberhasilan penerimaan pajak dan keberhasilan penerimaan pajak hanya menjadi pupuk dari kegiatan KKN tersebut;
2. Memiliki pengetahuan perundang-undangan perpajakan. Dalam kasus ini, hukum pajak sebagai ilmu memang benar-benar belum berkembang dengan baik di Indonesia. Perguruan tinggi lebih terpaku pada studi perpajakan daripada studi hukum pajak. Bukan mustahil kadangkala melakukan pembenaran dari suatu kesalahan pelaksanaan hukum, apabila para pengajarnya adalah dari aparat Direktorat Jenderal Pajak. Pembenaran yang tidak disadari itu kadangkala menimbulkan konflik dengan wajib pajak sebagai pelaku pelaksanaan kewajiban perpajakan;
3. Dapat mengaplikasikan metode akuntansi untuk pelaksanaan kewajiban pajak penghasilan;
4. Adanya kesadaran membayar pajak yang menjadi tanggung jawabnya. Sebenarnya kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak adalah sejalan dengan bagaimana administrasi publik dilaksanakan.
Pelaksanaan tata usaha dalam administrasi pajak melalui self assessment system, sesungguhnya berlaku seperti “ban berjalan”, artinya produk dari suatu unit kerja akan dimanfaatkan atau menjadi bahan baku pada unit kerja yang lain. Oleh karena itu, keakuratan dari produk kerja awal adalah sangat penting, sehingga tidak terjadi adanya produk yang cacat dan arus dokumen yang terhambat. Misalnya adalah ‘alamat Wajib Pajak’ apabila pencatatan alamat ini dari awal telah salah maka kesalahan akan dibawa terus sampai dengan tingkat pekerjaan terakhir yakni penagihan pajak.