Menyunting isi Sesuai dengan Struktur isi Teks Cerita Pendek – Pada pelajaran kali ini, kita akan membahas struktur yang ada pada teks cerpen. Ibaratnya sebuah bangunan yang terdiri dari berbagai unsur (fondasi, dinding, atap, jendela, dan sebagainya), sebuah cerpen pun dibangun atas beberapa struktur. Struktur isi teks cerpen adalah sebagai berikut.

1. Abstrak, yaitu ringkasan atau inti cerita. Bagian ini, pada teks cerpen, bersifat opsional. Artinya, boleh ada, boleh tidak.
2. Orientasi, yaitu bagian teks cerpen yang berisi pengenalan tokoh dan latar cerpen. Pengenalan tokoh berkaitan dengan pelaku utama cerita, sedangkan pengenalan latar berkaitan dengan ruang, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerpen. Penggunaan latar berfungsi menghidupkan sebuah cerita.
3. Komplikasi, yaitu bagian alur kejadian/peristiwa pada cerpen. Tahapan bagian komplikasi dimulai dengan munculnya konflik, lalu peningkatan konflik, hingga konflik mencapai puncaknya (klimaks).
4. Evaluasi, yaitu bagian cerita yang ditandai dengan adanya konflik yang mulai diarahkan pada pemecahannya.
5. Resolusi, yaitu bagian cerita ketika konflik sudah terpecahkan atau menemukan penyelesaiannya.
6. Koda, yaitu bagian akhir cerpen yang menyuarakan pesan moral penulis atas konflik yang terjadi. Seperti halnya abstrak, bagian ini bersifat opsional.
Perhatikanlah!
Untuk mengetahui contoh keenam struktur cerpen di atas, kita akan membedah cerpen “Menembus Tingkap Kaca“ karya Dewi Lestari.
Abstrak:
Suasana 17 Agustus selalu membangkitkan kembali pemaknaan dari merdeka itu sendiri. Setidaknya, pada level ritual, setahun sekali kita diajak mengheningkan cipta, mengenang jasa pahlawan, memikirkan ulang kontribusi apa yang bisa kita beri bagi Indonesia.
Orientasi:
Tahun ini, saya merenungkan konsep merdeka yang sedikit berbeda. Konsep kedaulatan kadang membuat saya bertanya-tanya, apakah konsep itu nyata? Dunia yang kini menyusut, mengecil, dan tambah rekat, telah menciptakan realitas unik yang memancing saya berpikir ulang tentang kedaulatan dan kemerdekaan.
Komplikasi:
Sudah jadi pengetahuan umum bahwa era globalisasi mengubah fungsi entitas negara, menggeser atau setidaknya membagi porsi kedaulatannya pada pasar. Perusahaan-perusahaan besar yang mendominasi pergerakan ekonomi dunia telah memenetrasi negara hingga memengaruhi kebijakannya, tak jarang malah mendiktenya. Kemerdekaan dalam konteks hari ini lebih dirasa seperti selembar ijazah, surat lisensi, atau akte kelahiran sebuah bangsa. Sekadar pijakan identitas. Selebihnya, setiap gerak langkah satu negara akan selalu dimonitor, dikendalikan, dipengaruhi, oleh kekuatan besar lain yang memayungi eksistensinya. Kemerdekaan seperti tingkap kaca, seolah-olah tidak ada batasnya, tapi kepala kita terantuk juga.
Banyak nama yang mewakili era kita sekarang. Orang teknologi akan mengatakan era digital, orang poleksosbud mengatakan era globalisasi, orang New Age akan mengatakan Zaman Aquarius. Kita bisa melihat makin banyaknya perubahan yang dimotori grup kecil, entitas non-negara, nonpartisan, non-birokrat, yang menjadikan negara seperti gajah besar yang tersuruk-suruk mengikuti kecepatan zaman. Kendati demikian, saya masih ingin menarik lebih dalam lagi makna kemerdekaan, menembus tingkap kaca tadi hingga ke unit individu.
Dalam kehidupan individu, kita tak luput dari impitan harapan lingkungan sekitar kita. Seringkali terasa sulit untuk bernapas bebas dari ekspektasi orang lain, apakah dalam bentuk norma, nilai, aturan maupun kondisi sosial yang mengikat kita. Bahkan terkadang keterpenjaraan ini pun secara halus diungkapkan sebagai “kebebasan yang bertanggung jawab”, agar kita tidak lagi mengenang kesejatian ekspresi pendapat maupun sikap kita. Ada sebagian orang berpendapat, Indonesia belum siap untuk kebebasan individu. Jelajah rasa saya mengatakan ini seperti fenomena telur dan ayam.
Evaluasi:
Hidup ini menjadi sebagian saja. Dan bagi yang alergi terhadap konflik, akhirnya lebih memilih tertidur dalam keterpenjaraan mental, emosional maupun spiritual. Adakah kemerdekaan sejati yang tidak menjebak kita dalam ilusi tanpa batas seperti halnya tingkap kaca? Saya yakin ada. Barangkali hanya segelintir individu yang pernah mengecapnya, banyak yang berproses untuk mendapatkannya, dan lebih banyak lagi yang tidak mengenalnya sama sekali. Sebagian besar dari kita hidup seperti Epimenides yang terjebak dalam pilihan dilematis tak berujung
Resolusi:
Satu-satunya solusi sejati adalah keluar dari perangkap konflik, menembus tingkap kaca, dan memandang kemerdekaan sebagai suara jiwa, suara individu nan otentik, bukan suara sosial semata. Kemerdekaan semacam ini tidak bersuara dan tidak berdarah-darah. Kemerdekaan ini tanpa proklamasi, tanpa organisasi, tanpa prosesi. Kemerdekaan ini bernama kesadaran. Merdeka sejati berarti mentransendensi bipolaritas nilai dan mengatasi tingkap kaca yang menaungi kepala. Kita bisa jadi disebut bangsa berdaulat, tapi kita amat jauh dari manusia yang berdaulat.
Koda:
Semoga suasana kemerdekaan setahun sekali ini dapat menggelitik kita untuk mengecek sejauh mana tingkap kaca di atas kepala kita, dan apakah kita tergerak untuk mengatasinya, menjadi manusia yang sungguhan merdeka dan berdaulat. Manusia otentik yang merayakan kemerdekaannya setiap hari.
Telah kita ketahui bahwa cerpen hanya mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa, dan pengalaman. Oleh karena itu, sebaiknya dalam memaparkan konflik/pertikaian tidak perlu berlarut-larut dan pemaparan alur cerita harus jelas agar pembaca lebih mudah memahami isinya. Untuk itu, perlu diperhatikan kesinambungan antarkalimat yang membangun sebuah cerpen. Kesinambungan kalimat dapat dilihat dari ketepatan penggunaan kata hubung, kata ganti, dan kata tunjuk pada kalimat-kalimat yang membangunnya.
Poin penting
(1) struktur isi cerpen dikategorikan menjadi enam (abstrak, orientasi, komplikasi, evolusi, resolusi, dan koda); (2) pentingnya memperhatikan alur dan kesinambungan antarteks dalam cerpen; dan (3) kesinambungan antarteks dalam cerpen dapat ditandai dengan ketepatan penggunaan kata hubung, kata ganti, dan kata tunjuk pada kalimat-kalimat yang membangunnya.