Membandingkan Dua Penggalan Novel – Setelah mempelajari bagaimana cara menginterpretasikan makna novel pada bab sebelumnya, sekarang kita akan belajar membandingkan dua teks novel. Topik ini masih berhubungan dengan topik sebelumnya, sebab kegiatan membandingkan teks tidak bisa dilakukan tanpa lebih dulu melakukan interpretasi atau pemaknaan terhadap makna novel.

Perbandingan pada Dua Novel Indonesia
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk membandingkan dua novel adalah memahami makna tiap-tiap novel. Pemahaman atau interpretasi terhadap novel dapat dilakukan dengan mengamati unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel, terutama unsur intrinsik. Lewat unsur intrinsik, kita dapat mengetahui bagaimana teks novel disusun dan menghasilkan suatu cerita. Unsur intrinsik novel meliputi, tema, alur (plot), penokohan (perwatakan), latar, sudut pandang, diksi, dan amanat.
Setelah mengetahui makna dari tiap-tiap novel lewat unsur-unsur intrinsik, selanjutnya adalah membandingkan keduanya. Perbandingan dua teks novel dapat berupa: (a) persamaan; dan (b) perbedaan. Suatu novel bisa saja memiliki kesamaan tema dengan novel lain. Dua novel juga bisa saja memiliki tema yang sama tetapi dengan latar dan penokohan yang berbeda.
Perbandingan teks pada dua novel bermanfaat untuk mengetahui persamaan atau perbedaan struktur novel. Selain itu, kegiatan membandingkan teks juga berguna untuk memahami situasi dan kondisi masyarakat pada suatu masa tertentu. Perbandingan teks biasanya juga menghasilkan nilai edukatif. Dengan mengetahui persamaan atau perbedaan teks, kita bisa belajar mengenai nilai-nilai kehidupan.
Perhatikan dua kutipan teks berikut ini
Teks 1
“Guru, orangtua, keluarga, sekaligus sahabat saya, ada di sosok satu orang bernama Zang Ta Long. Biasa dipanggil dengan sebutan Guru Liong. Pada tahun ’47, Guru Liong emigrasi dari Changchun—kota di China sebelah utara yang sudah dekat ke perbatasan Mongolia—ke Indonesia yang serbahangat, dan mulai mengabdi di wihara sejak tahun ’67. Dia… [aku harus menarik napas panjang]… orang hebat. Ditakdirkan untuk memelihara wihara seperti ibu membesarkan anak. seperti itu juga dia memelihara saya.”
Guru Liong menemukanku di halaman depan wihara, terbungkus sarung, dalam kotak kardus rokok bekas yang diletakkan di bawah pohon. Subuh-subuh. Dua puluh tiga tahun yang lalu. Waktu itu aku menangis keras sekali, dibarengi angin ribut yang membuat setiap lembar daun berisik. Kata Guru Liong, alam seperti ikut memerintahkannya untuk datang ke pohon itu. Aku kemudian dinamai Bodhi, walaupun bukan ditemukan di bawah pohon bodhi, melainkan pohon asam. Cuma mungkin agak aneh kalau bayi diberi nama Asam.
(Dikutip dari novel Supernova epidsode Akar karya Dewi Lestari, hlm. 38-39
Cetakan pertama, Maret 2012; Yogyakarta: Bentang Pustaka)
Teks 2
Aku berdiri di depan sebuah toko kelontong yang telah diabaikan. Kubuka kembali lembaran Collins Gem World Atlas. Halaman pertama, bumi ditampilkan datar, dan seandainya kukembangkan payung raksasa dari pasar ini, maka, puncak payung itu adalah Prancis, jari-jari payung pada sisi paling kanan akan menggapai ujung barat Federasi Rusia di tapal batasnya dengan Mongolia. Sisi terkirinya terbentang jauh ke Cote d’Ivoire—Ivory Coast alias Pantai Gading—di ujung paling timur Afrika. Itulah tempat-tempat yang pernah kukelana. Sulit dipercaya bahwa penjelajahan yang amat luas itu hanya demi cinta, cinta yang menyengatku di toko kelontong Sinar Harapan, persis di depanku kini. Seperti dulu, masih seperti dulu.
Kesepian tiba-tiba menusukku dari segala penjuru. Dadaku disesaki sesuatu yang tak dapat kupahami. Kulihat sekeliling, tempat ini, pasar ini, kampung ini, seperti stoples, waktu tersasar ke dalamnya dan terperangkap. Tempayan-tempayan sedap malam di serambi toko, masih persis kutinggalkan dulu. Bangku-bangku pincang di bawah pohon kersen, juga masih sama. Tanaman berbaju gynura masih saja tampak cemburu pada echeveria, yang makin genit dirayu-rayu lebah madu. Kucing-kucing pasar masih menguap malas di bibir jendela loteng, dan masih kudengar suara A Ling menyanyikan lagu sendu, berusaha memerdu-merdukan suara, seakan ingin menenangkan riak-riak Sungai Linggang di bawah jendela rumahnya. Nyanyinya pelan, kecil, dan sumbang. Kuingat lagunya itu: Rayuan Pulau Kelapa. Tak satu hal pun berubah, tak juga perasaanku.
(Dikutip dari novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata, hlm. 84-85
Cetakan ke-5, Januari 2009; Yogyakarta: Bentang Pustaka)
Ada beberapa hal yang bisa diperbandingkan antara dua kutipan novel di atas, yakni:
1. Persamaan: keduanya sama-sama menggunakan sudut pandang orang pertama, yakni menggunakan kata ganti aku untuk mengisahkan jalannya cerita; dan keduanya sama-sama menghadirkan tokoh dengan nama Tionghoa (Zang Ta Long dan A Ling).
2. Perbedaan:
– Tema pada Teks 1 adalah belas kasih, sedangkan Teks 2 adalah kehilangan;
– Alur pada Teks 1 adalah alur mundur, sedangkan Teks 2 adalah alur maju;
– Gaya bahasa yang digunakan pada Teks 1 agak lucu, sedangkan Teks 2 agak suram;
– Teks 1 menceritakan mengenai kasih sayang seorang biksu terhadap anak yang dibuang orang tuanya, sedangkan Teks 2 mengenai kerinduan kepada kekasih yang menghilang.
Poin Penting
1. Perbandingan dua novel dapat dilakukan dengan memahami interpretasi masing-masing novel.
2. Perbandingan dua novel umumnya menyangkut unsur-unsur intrinsik novel.
3. Perbandingan dua novel dapat dilakukan dengan mencari persamaan atau perbedaan di antara kedua teks novel.